JAKARTA, MediaKalsel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengusut dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tambahan tahun 2023–2024 di lingkungan Kementerian Agama.

Meski telah menaikkan status perkara ke tahap penyidikan sejak 9 Agustus 2025, hingga kini KPK belum menetapkan satu pun tersangka.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa kasus yang terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo ini murni berfokus pada peran individu yang bertanggung jawab.

“Sepanjang penyidikan sampai hari ini, tidak ada mengarah kepada institusi ataupun organisasi masyarakat tertentu. Penyidikan murni berfokus pada peran pihak-pihak secara individu yang bertanggung jawab dalam perkara ini,” ujar Budi di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).

Menurut Budi, penyidik masih terus mengumpulkan informasi dari berbagai pihak yang diduga terlibat atau mengetahui perkara ini. Ia juga menekankan bahwa KPK fokus mendalami peran-peran individu terkait pembagian kuota haji tambahan tersebut.

Penyelidikan dan Dugaan Kerugian Negara

Kasus ini bermula saat Presiden Jokowi bertemu dengan pemerintah Arab Saudi pada 2023 dan berhasil mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah untuk Indonesia. Sesuai aturan, pembagian kuota seharusnya adalah 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus.

Namun, KPK menduga adanya pengaturan pembagian kuota setelah sejumlah asosiasi dan biro perjalanan haji menghubungi Kementerian Agama.

Pembagian kuota kemudian diubah secara signifikan menjadi 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus. Perubahan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.

Dalam penyelidikan, KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara. Kerugian akibat dugaan korupsi kuota haji ini ditaksir mencapai Rp1 triliun.

Dugaan Transaksi Jual-Beli Kuota

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya mengungkapkan bahwa penyidik menemukan adanya praktik jual-beli kuota haji. Kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta, sementara kuota haji Furoda mencapai Rp1 miliar.

Uang hasil transaksi ini diduga mengalir ke sejumlah pegawai di Kementerian Agama. Informasi terbaru yang diperoleh penyidik, ada dugaan keberadaan “juru simpan” yang bertugas menampung uang tersebut.

Sejumlah pihak telah diperiksa terkait kasus ini, termasuk Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, dan Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Syarif Hamzah Asyathry.